Kamis, 30 Januari 2014

Sebelum Selamanya

Judul tulisan ini dikutip dari salah satu lagu yang saya suka.
Sejak kecil, kata "selamanya" menimbulkan sebuah momok tersendiri bagi saya. Saya menerima kata ini sebagai kata yang tidak logic, tak terbayang dan memunculkan ketakutan yang besar.
Pernah suatu sore, di TPA tempat saya mengaji, saya bertanya kepada ustadz setelah pembahasan surga neraka "Selamanya itu artinya apa pak?" .Alih2 jawaban yang memuaskan, beliau menjawab "Waktu yang tidak terbatas,tidak ada ujungnya"
Walaupun saya masi anak SD, saya sudah bisa merasakan kengerian akan arti kata sederhana ini. Hingga saat ini pun,kata ini masi terasa magic. 

Wajar. Karena kita terbiasa mengenal "awal" dan "akhir" di dunia. Kita diajarkan tentang sesuatu yang terbatas. Karena inilah dunia. Terbatas. Tidak abadi. Karena akal kita pun hanya mampu menangkap sejauh itu. 

Rasulullah bersabda
Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan: (yaitu) kematian” [1].

Itulah, orang yang cerdas adalah orang yang mengingat tentang kematiannya. Berfikir menembus waktu, menerobos batas dunia, sadar akan dunia yang sementara dan bersiap tentang kehidupan selamanya setelah mati. Tau bahwa akan ada saat dimana ia akan meninggalkan dunia ini, dan senantiasa ingat tempat ia akan hidup kelak, yaitu akhirat

Kata simpel,yang cukup ampuh untuk membuat sejenak tersadar dari lamunan dunia. Semoga Allah senantiasa menjaga diri ini untuk selalu mengingat kematian, dan mampu mempersiapkan bekal sebaik2nya. Untuk pulang yang sebenarnya. Untuk selamanya. Dan inilah saat yang disebut waktu berkemas, SEBELUM SELAMANYA


Rabu, 29 Januari 2014

Penyebut tanpa Pembilang

Alkisah,saya tinggal di sebuah negara di mana pendapatan perkapita 5000 dolar dan merupakan peringkat 155 dunia dalam tingkat penghasilan. Negara dimana total coverage asuransi belum berjalan dan setelah 68 tahun merdeka, pemerintah negara kami mewacanakan sistem kesehatan di mana seluruh warganya dapat memperoleh perlindungan kesehatan. Sistem berubah dan seluruh komponennya pun berbenah, beradaptasi terhadap kebijakan baru ini. Alhamdulillah,saya termasuk the lucky ones, yang terlibat sebagai pelaksana sistem baru ini. Sudah 31 hari berjalan, dan sejujurnya saya kurang paham (mungkin saya bodoh) dengan pembayaran tenaga kesehatan di dalam paket yang ada, juga dengan sistem pembayaran premi peserta jaminan.

Saya punya contoh kasus yang unik. Di sebuah rs di sebuah kota kecil di provinsi yang lumayan padat penduduk di negeri ini, tersebutlah seorang pasien tua yang divonis dokter harus menjalani operasi mata. Keluarga tidak mempunyai biaya cukup untuk operasi tersebut. Mendaftarlah mereka ke jaminan kesehatan negara, dengan tentunya membayar premi (yang ndilalah) paling murah dari paket2 yang ditawarkan. Ada paket kelas 1,2,3 dan mereka mengambil paket kelas 3, preminya Rp 25 ribu sebulan. proses klaim pun berjalan lancar,operasi berjalan sukses dan singkat kata pasien itu sembuh. Yang mencengangkan adalah, setelah pasien itu sembuh, keluarga berhenti membayar premi jaminan. Secara otomatis, kepesertaan mereka gugur. Saat ditanya mengapa mereka melakukan hal tersebut, jawabannya ringan saja "kalo nanti sakit lagi, ya daftar lagi, kalo sudah sembuh ya ga usa bayar lagi".

Dahsyat sekali mental warga negara ini. Saya tidak habis pikir, kalo ada 100 saja dalam setahun pasien yang mendapat tindakan operasi melakukan hal seperti ini (membayar premi beberapa bulan lalu setelah operasi tidak membayar premi lagi) entah dalam berapa tahun negara akan bangkrut.

Saya membayangkan pula, dalam beberapa tahun ke depan, berapa angka kesejahteraan yang akan tenaga kesehatan dapat. sistem paket ini (sejujurnya) membuat tenaga kesehatan harus berfikir licin. Dengan harga paket yang sudah ditetapkan, dengan beban sakit yang maksimal, tenaga kesehatan pada akhirnya "terpaksa" menggunakan amunisi obat dan tindakan yang minimal. Kenapa bs begitu? ya tentu saja, karena tenaga kesehatan mendapat bayaran di dalam paket, artinya jasa medis didapat dari sisa uang paket setelah dikurangi tarif tindakan, obat,ruangan dll. Pekerjaan dokter, perawat dll tercampur dengan profesi bankir, karena harus pintar2 menghitung sisa uang.

Inilah penyebut tanpa pembilang. Banyaknya penyebut yang harus ter"cover", tapi tidak cukup pembilang untuk dibagi. Sad, but it's true

Senin, 27 Januari 2014

as the time passing by

sebuah catatan ringan di hari senin.

Karna kita tidak pernah tau kapan waktu kita berhenti. Saat kesempatan melambaikan tangannya dengan ramah, seharusnya insting bergerak itu muncul. Menunda. Nanti. Menggapangkan. Hasilnya jelas, pasti tidak maksimal. Terlambat. Tidak tercapai. Gagal. Seperti mata air indah sudah terlewati jauh di belakang dan padang pasir dalam menganga di depan,baru merasa haus, barulah penyesalan itu muncul. 
Inilah hidup. Mengambil bekal sebanyak2nya,mempersiapkan hari esok sebaik2nya. do it now. we never know,we still have tomorrow or not

Minggu, 26 Januari 2014

salam

Ahad,26 Januari 2014

Alhamdulillah wa syukurillah, muncullah blog ini setelah blog lama saya terhapus.
bingung untuk menulis apa,yang jelas terselip bahagia dalam hati.inilah babak baru dalam hidup. terlepas dari segala pengalaman di masa lalu, i'm 25 years old now,saya sudah saatnya menjadi dewasa seutuhnya.
semoga blog ini bermanfaat. salam :)